VIVAnews – Ancaman bagi manusia tak hanya berasal dari dalam bumi, gempa, tsunami, atau banjir. Juga dari luar angkasa, seperti asteroid atau sampah luar angkasa yang lolos dari proses pembakaran di atmosfer.
Kejadian terbaru, asteroid 2005 YU55 melintas dekat dengan Bumi Selasa, 8 November 2011, sebagian orang mengkhawatirkannya, meski NASA dan astronom lain telah memastikan, ia tidaklah berbahaya. Ada lagi asteroid raksasa Aphopis yang akan melintas dekat Bumi pada 2019 dan kembali melintas pada 2036.
Belum lagi sampah antariksa. Yang teranyar, satelit milik Jerman
jatuh kembali ke Bumi, menyusul jatuhnya UARS milik NASA. Sementara,
masih ada sekitar 20 ribu sampah antariksa yang terkalatogkan.
Indonesia tak terkecuali berpotensi bahaya. Dua tahun lalu 8 Oktober
2008, asteroid selebar 10 meter meledak di Bone, Sulawesi Selatan.
Kekuatannya diperkirakan tak main-main. Ledakan Bone dideteksi sebagai Superbolide
atau "Bola Api Besar". Daya ledaknya bisa mencapai 50 kiloton bom TNT.
“Jika itu jatuh di daratan, bisa menghancurkan satu kota. Untungnya
jatuh di lautan,” kata Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi
Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam
wawancara dengan VIVAnews.com.
Meski belum secanggih Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), LAPAN
secara aktif memantau pergerakan asteroid dan sampah antariksa, terutama
yang berpotensi membahayakan wilayah Indonesia. Juga untuk
mengembangkan teknologi, demi mewujudkan mimpi menerbangkan satelit “made in Indonesia” sebelum tahun 2020.
Thomas juga mengatakan, LAPAN juga bertugas meluruskan berita-berita bohong (hoax) yang beredar di masyarakat, yang mengaitkan keberadaan benda langit dengan pertanda kiamat.
Kepada VIVAnews, ia juga menjawab pertanyaan-pertanyaan soal
banyak hal, tentang mengapa kita kalah cepat dengan Malaysia
mengirimkan astronot, perdebatan hilal yang tak kunjung selesai. Juga,
soal potensi keberadaan mahluk lain di luar bumi.
Berikut petikan wawancara dengan Thomas Djamaluddin:
Program apa yang saat ini sedang dilaksanakan LAPAN?
Secara umum program teknis dalam LAPAN mencakup tiga hal, yakni,
pertama pengembangan teknologi dirgantara, terdiri dari pengembangan
roket yang diorientasikan ke roket peluncur satelit, pengembangan
satelit --sekarang sudah ada satu satelit LAPAN berada di orbit, kerja
sama dengan Jerman. Kemudian ketiga terkait dengan penelitian yang
terkait pengembangan teknologi penerbangan.
Aspek kedua terkait dengan pengembangan data informasi dan
penginderaan jauh yang berbasis satelit, ini khususnya untuk pemantauan
lingkungan dan sumber daya alam, yaitu pertanian, kehutanan, perikanan
semuanya di lakukan dengan teknik penginderaan jauh.
Ketiga, aspek sains dan kebijakan. Mencakup sains atmosfer dan
antariksa. Jadi sains antariksa LAPAN merupakan lembaga penelitian
satu-satunya di Indonesia yang mengamati aktivitas matahari. Sains
atmosfer, LAPAN berupaya mengembangkan kompetensi untuk mendukung
lembaga-lembaga operasional seperi BMKG, terkait bagaimana pemahaman
dinamika atmosfer Indonesia.
Kemudian terkait dengan kebijakan dirgantaran ini khususnya peraturan
undang-undangan terkait dengan keantariksaan. LAPAN sedang upaya
mengajukan sebagai inisiasi pemerintah, RUU Keantariksaan. Secara
internasional sudah ada konvensi keantariksaan, terkait dengan soal
bahwa antariksa itu milik semua manusia yang digunakan untuk kepentingan
manusia secara keseluruhan. Kemudian aturan terkait dengan ekplorasi
antariksa, Indonesia sudah melakukan ratifikasi aturan internasional
tersebut, hanya aturan nasionalnya itu belum.
LAPAN ini kan seperti NASA nya Indonesia, apakah lembaga ini nantinya bisa setara dengan NASA yang sudah maju?
Dari segi ide dasar sama, dari namanya bahasa Inggrisnya juga sama dengan NASA. Kalau NASA disebut dengan “agensi”
kalau LAPAN pakai “institut” (National Institute of Aeronautics and
Space/LAPAN). Namanya sama, kalau di sana NASA mungkin di sini NASI he..he… Tapi yang pasti penanganan masalah keantariksaan di Indonesia ada lembaga yang menanganinya.
LAPAN yang ditugasi terkait dengan litbang juga seperti NASA, meski
tidak langsung masuk pada teknis produksinya. Tugas kami menyiapkan
kebijakan yang memungkinkan tumbuhnya industri keantariksaan dan
penerbangan. Juga membangun kesadaran semua pihak, stakeholder tentang pentingnya keantariksaan dan penerbangan dalam konteks aeronotika.
Kalau NASA kan sudah jauh melangkah, canggih, apa yang menjadi misi LAPAN ke depan?
Antariksa ini kan high cost dan high risk. Jadi
pengembangan awal pasti melibatkan negara. Untuk itu inisiatif
pengembangan teknologi antariksa di Indonesia, LAPAN adalah pelopornya.
Yang sekarang sudah dilakukan pengembangan satelit, walaupun mikro, ini
menjadi lompatan yang sangat penting sekali. Kalau satelit sudah sejak
tahun 2000-an dan diluncurkan pada 2007. Pengembangan teknologi sateit
bekerjasama dengan Jerman, TU Berlin. Oleh karenanya disebut satelit
Tubsat. Untuk peluncurannya bekerjasama dengan India.
Kapan target LAPAN bisa meluncurkan satelit sendiri?
Tahunnya belum ditentukan. Tapi sebelum 2020 mestinya. Satelit buatan
sendiri, peluncuran kemungkinan masih diikutkan dengan roket India.
Yang terbaru, Satelit LAPAN A2 yang mengorbit secara ekuatorial akan
diluncurkan tahun depan, 2012. Satelit ini lebih ke pemantauan, aspeknya
roket untuk ketahanan pangan dan satelit untuk mendukung penanganan
bencana sekaligus menfasilitasi masalah komunikasi radio amatir saat
bencana dengan kerjasama ORARI. Juga segi pemantauan pencitraan yang
didukung satelit lain.
Ancaman tak hanya dari Bumi tapi juga luar Bumi, seperti asteroid dan sampah antariksa. Apa yang dilakukan LAPAN terkait ini?
Untuk pemantauan objek antariksa ini, LAPAN belum mempunyai sistem
karena sangat mahal dan canggih, tapi LAPAN mempunyai akses untuk
mendapatkan informasi tersebut. Katakanlah sampah antariksa, LAPAN
selalu memantau orbitnya yang kemungkinan akan jatuh di wilayah
Indonesia. Kalau sampah antariksa ini relatif mudah memantaunya karena
sudah terkatalogkan, sudah ada 20 ribu katalog sampah antariksa yang
berukuran lebih dari ukuran kepalan tangan manusia. Ini yang terus
dipantau dan dikaji, jika jatuh, apakah akan masuk ke wilayah Indonesia.
Sekarang yang menjadi fokus internasional adalah yang ukurannya
besar, dan jaraknya relatif dekat. Pada Rabu 9 November 2011, pukul
06.28 asteroid yang terpantau diberi kode YU55 yang melintas pada jarak
325 ribu km.
Setidaknya bumi telah mengalami dua kali peristiwa besar tumbukan
benda antariksa ini, yaitu pada 30 Juni 1980 di Tunguska, Siberia, dari
bukti-bukti diduga pecahan dari Komet Encke. Tumbukan tersebut
menghanguskan hutan seluas DKI Jakarta, dalam radius 25 km. Ledakannya
terdengar sampai radius 1000 km, debu menyelimuti Eropa sampai 80 km
menyebabkan waktu malam masih terang walaupun matahari sudah terbenam.
Tentu Siberia yang dulu berbeda dengan sekarang, kalau sekarang jatuhnya
akan menimbulkan korban manusia banyak sekali.
Nah, yang lebih besar lagi itu 65 juta tahun yang lalu, yang jatuh di
Semenanjung Yukatan, Meksiko. Ini diduga yang menyebabkan terjadinya
musim dingin ekstrem, sebab debu-debunya yang tebal menyebar ke seluruh
dunia, menutup cahaya matahari, dan menyebabkan musim dingin ekstrem.
Ini diduga menjadi sebab punahnya Dinosaurus.
Patroli-patroli antariksa seperti itu dilakukan saat ini, LAPAN tentu
tidak secara aktif memantau itu, tapi ikut dalam jaringan
internasional.
Tentu yang tak kalah utama memberikan sosialisasi kepada masyarakat
supaya mendapatkan informasi yang benar. Karena di dunia internet saat
ini, informasi yang hoax dan yang benar bercampur, dan LAPAN berperan di situ untuk meluruskan informasi yang meresahkan yang beredar di masyarakat.
Asteroid apa saja yang mengancam Bumi?
Sekarang banyak sekali yang disebut “mengancam bumi”. Kalau jaraknya
dekat dengan orbit 384 ribu km, itu sudah dianggap perlu diwaspadai,
artinya begini, asteroid juga dipengaruhi orbit planet-planet lain, yang
mungkin orbit suatu saat berubah dan berpapasan dengan Bumi. Katakanlah
kasus Asteriod 2005 YU55 setelah diperhitungkan secara cermat, dalam
100 tahun itu aman tidak akan berlintasan dekat dengan bumi. Apa saja?
Ada katalognya, saya sendiri tidak hafal. Semakin canggih teknologi
semakin banyak astereoid yang diduga akan mengancam bumi. Bukan berarti
bertambah objeknya tapi karena kemampuan manusia mendeteksi lintasan
orbitnya.
Banyak benda langit yang disebut sebagai pertanda kiamat, tanggapan Anda?
Ini kesalahpahaman yang oleh LAPAN diupayakan untuk diklarifikasi.
Banyak berita bohong soal pertanda kiamat. Isu kiamat 2012 itu sempat
menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Banyak juga akhirnya
keluarga yang menelepon ke LAPAN, karena anak-anaknya ketakutan
seolah-olah kiamat tinggal sebentar lagi. Itu perlu diluruskan, isu
kiamat 2012 itu muncul dari informasi kalender Maya yang dalam siklus
panjangnya berakhir pada 21 Desember 2012. Dalam kajian kalender itu
sebenarnya bukan hal yang aneh. Saat masa itu sudah habis, maka akan ada
periode lagi, tapi kemudian orang-orang yang melihat sisi sensasinya,
terutama kalangan astrologi, mengkaitkan ada isyarat akan bencana. Orang
kemudian menebak bencana apa yang akan terjadi 2012.
Waktu isu ini berkembang, diperkirakan puncak aktivitas matahari
terjadi pada 2012, sehingga orang mengkaitkan kiamat 2012 itu dipicu
oleh aktivitas matahari. Tapi data terbaru, puncak aktivitas matahari
bergeser ke Mei 2013.
LAPAN sering meluruskan informasi, badai bukan berarti ada
ledakan-ledakan besar di Matahari, itu hanya berarti aktivitas matahari
meningkat. Belum tentu juga memberi dampak ke Bumi. Bisa saja ledakan
itu tidak mengarah ke bumi, tergantung. Badai matahari itu yang dilihat
kekuatannya dan arahnya. Kalaupun itu mengarah, Bumi kan dilindungi oleh
atmosfer, ledakan matahari tidak akan langsung. Dampak yang paling
dirasakan itu pada sistem teknologi yang berada di antariksa.
Badai matahari sekarang menjadi perhatian Internasional, karena
manusia sngat tergantung pada sistem teknologi satelit, untuk
komunikasi, broadcasting, navigasi. Ini kan tidak ada backup-nya
jadi sistem komunikasi manusia terganggu, data perbankan juga terganggu
karena mereka menggunakan satelit. Operator saat ini sudah mulai
menyiapkan sistem backup tersebut.
Sementara, dampak ke listrik hanya dialami oleh negara kutub saja,
wilayah Eropa, Rusia, Amerika Utara, Jepang. Yang mungkin akan
terdampak itu sudah dialami Kanada dan Swedia yang jaringan listriknya
terganggu, transformernya bermuatan lebih sampai terbakar. Trafo induk
terbakar, akan banyak masyarakat yang tidak mendapat pasokan listrik.
Tapi saya kira pengalaman tahun 1989 dan tahun 2000 an sudah
diantisipasi. Untuk wilayah Indonesia, kemungkinannya hampir tidak ada
mengalami seperti itu. Walaupun dari aspek penelitian, LAPAN mengkaji
kemungkinan-kemungkinn dengan peningkatan teknologi saat ini. Dampak
terhadap listrik di Indonesia itu dikaji, namun secara teoritis itu
hampir tidak mungkin.
Bagaimana dengan asteroid?
Aspek yang kedua terkait dengan kiamat tadi, itu akan terjadi
tumbukan asteroid besar. Itu juga LAPAN membantah bahwa dari segi
pemahaman antariksa oleh masyarakat internasional, tidak ada objek
antariksa yang mengancam bumi sekitar tahun 2012. Sama seperti Asteroid
2005 YU55, jika ada tentu terdeteksi dan jauh-jauh hari sudah
terdeteksi. Itu tidak benar termasuk isu akan terjadi tumbukan planet
Nibiru, itu hanya hoax saja.
Ada cara untuk mengurangi potensi bahaya asteroid yang mengancam bumi? Dengan bom nuklir barangkali?
Secara umum ini cenderung ke sainsfiction, tapi secara
teknis teknologi untuk mengalihkan asteroid ke bumi itu bisa. Yang
digunakan adalah teknologi mengalihkan orbitnya seperti mengubah orbit
satelit. Ada roket yang memicu dan kemudian menyebabkan kejutan gaya
yang menyebabkan orbitnya beralih. Nuklir bisa karena ini merupakan
salah satu yang mempunyai kekuatan untuk mengalihkan orbit. Jadi tinggal
di titik mana diledakkan. Seperti untuk mengubah satelit, roket
diledakkan pada detik sekian. Jadi jika ada asteroid diperkirakan jatuh
ke bumi, langkah antisipasinya mengubah orbit tersebut.
Menurut sepengetahun anda, apa fenomena antariksa terbesar di Indonesia?
Asteroid Bone sudah terkonfirmasi secara ilmiah, itu jatuh di
perairan Bone ukuran sekitar 10 meter, seukuran rumah. Jika itu jatuh di
daratan, bisa menghancurkan satu kota. Untungnya jatuh di lautan.
Sebenarnya tahun 1980-an ada asteroid yang terdeteksi oleh sistem
pemantau antariksa jatuh di perairan Maluku. Tapi tidak ada konfirmasi
yang lain, deteksi ada. Peristiwa asteroid terbesar di Indonesia ya yang
di Bone itu.
Kalau terkait dengan kawah meteor Majalengka?
Itu hanya interpretasi dari segi kontur yang belum terkonfirmasi.
Kalau di negara lain sering terdengar ditemukan kawah meteor, di
Indonesia sangat susah. Karena efek meteorologi di Indonesia cepat
sekali mengubah struktur tanah. Kalaupun sekian juta tahun lalu ada
meteor yang jatuh ke Indonesia, cepat tertutup karena faktor hujan,
gerakan tanah yang disebabkan curah hujan atau gempa. Faktor cuaca yang
aktif akan cepat menghilangkan bukti itu. Beda dengan daerah lintang
menengah yang curah hujan relatif sedikit.
Soal fenomena UFO, baru-baru ini Gedung Putih sudah menjawab
petisi, dan membantah tudingan pemerintah AS menyembunyikan bukti kontak
dengan mahluk ekstraterresterial. Sikap LAPAN?
Secara umum keingintahuan masyarakat terhadap UFO sangat besar.
Termasuk ketua LAPAN dahulu (Marsekal Muda TNI J. Salatun) juga
mempercayai UFO. Secara ilmiah UFO dianggap sebagai pseudoscience, karena fakta-fakta yang dikemukakan tidak memenuhi kaidah ilmiah.
Dari segi astronomi, memang, di luar Bumi ini mungkin ada kehidupan.
Tapi untuk kehidupan itu berkunjung ke Bumi apalagi menunjukan diri
dalam bentuk piring terbang, itu sebuah ketidakmungkinan.
Pertama, dari segi bintang, yang terdekat dengan kita sekitar 4,3
tahun cahaya. Artinya kalau di sana ada peradaban yang mampu mengirimkan
pesawat antariksa, kalau menggunakan kecepatan cahaya saja, itu perlu
waktu tahunan.
Benda fisik kan tidak ada yang mempunyai kecepatan cahaya, jadi
perjalanan dari bintang yang terdekat itu memakan waktu bisa sampai
puluhan tahun. Belum lagi, bintang yang diduga mempunyai kehidupan, bisa
berjarak puluhan tahun, ribuan tahun, bahkan ada yang ratusan tahun
cahaya. Itu sangat tidak logis kalau mereka mengirim pesawat sampai ke
Bumi. Bagaimanapun mahluk hidup yang di sana mempunyai batasan umur
juga. Jadi itu jelas suatu ketidakmungkinan.
Ketidakmungkinan yang kedua, kalau betul itu ada benda antariksa yang
masuk ke bumi, benda itu akan terpantau. Asteroid seukuran kepalan
tangan saja akan terpantau. Jika ada piring terbang pasti terpantau,
tapi masyarakat sering curiga bahwa itu ditutup-tutupi. Begini, kalau
itu itu betul mempunyai nilai ilmiah yang tinggi, mengapa harus
ditutup-tutupi? Dan itu tidak akan mungkin. Yang pertama kali berteriak
tentu para ilmuwan, dan kritik ilmuwan lebih pedas daripada kritik orang
awam. Bagaimanapun tidak mungkin akan menutup informasi seperti itu
meskipun atas dasar kepentingan keamanan. Jadi UFO dari segi ilmiah
tidak punya dasar, itu tergolong pseudoscience.
Ada pengaruhnya kepercayaan Ketua LAPAN pertama mempercayai UFO secara kelembagaan juga pada masyarakat?
Secara teknis tidak ada, tapi pengaruh pada aspek non teknis mungkin
ada. Satu sisi mendorong orang untuk mempelajari antariksa, rasa
keingintahuan.
Termasuk saya, dulu masuk astronomi karena penasaran soal UFO, saya
bahkan menulis soal UFO itu menurut kaca mata agama. Dari situ kemudian
saya banyak membaca buku soal astromoni sampai saya berminat dengan
astronomi. Jadi aspek non teknis, membangun keingintahuan positif. Aspek
yang lain, itu bisa menimbulkan kesalahpahaman. Sekarang ini memang ada
komunitas yang mempercayai UFO. Kadang saya berdiskusi dengan mereka
juga.
Anda percaya ada kehidupan lain di luar Bumi?
Ada kehidupan lain, tapi bukan berbentuk seperti piring terbang.
Kehidupan lain di alam semesta ini menimbulkan cabang baru dalam
astronomi, bioastronomi. Dari aspek sains, tidak mungkin manusia itu
mahluk hidup satu-satunya. Jadi di luar bumi kemungkinan ada. Salah satu
usaha untuk menemukannya, melalui sinyal-sinyal radio non alami yang
saat ini dipantau SETI (Searching for Extra-Terrestrial Intelligence).
Adanya sinyal nonalami menandakan kemungkinan ada kehidupan lain di
luar, yang mempunyai sistem teknologi sinyal seperti radio. Kesulitannya
dalam menverifikasi, itu sinyal nonalami atau sinyalalami yang kita
belum tahu. Kalaupun kita sudah mengidentifikasi itu sebagai suatu
bintang, kemudian kita harus melihat apakah di sana ada planet atau
tidak. Nah untuk mengenali planet pada bintang yang jauh bukan hal yang
mudah.
Ada kemungkinan suatu hari nanti jika bumi rusak ada manusia akan berpindah ke planet lain?
Itu juga pseudoscience, tapi logis juga. Bisa saja nanti
suatu saat bumi tidak layak huni, kemudian orang akan pindah ke tempat
lain. Yang memungkinkan tentu yang masih dalam tata surya kita. Dari
sisi penerbangan itu memungkinkan tapi daya dukung lingkungan saat ini
tidak ada planet yang masuk zona layak hidup – yang mensyaratkan
temperatur air cukup, kalau dekat dengan matahari ada air akan menjadi
uap. Kalau terlalu jauh dari matahari akan beku. Metabolism manusia
sebagian besar memerlukan air, itu tidak akan mungkin hidup di sana.
Kalau dilihat dari aspek jangka panjangnya, bumi mungkin akan
bergeser menjadi planet yang tidak layak untuk hidup. Karena matahari
kita kan nanti berevolusi menjadi bintang raksasa, dalam hitungan
milyaran tahun. Dalam waktu itu, kemungkinan manusia sudah punah
terlebih dahulu.
Jika Matahari menjadi raksasa merah, bumi akan terlalu panas. Bisa
saja zona habitat akan beralih ke planet lain, yakni Mars, di sana ada
atmosfer. Kalau Jupiter, Saptunus dan Neptunus tidak mungkin, karena
mereka planet gas, tidak mungkin ada mahluk hidup. Kalau Titan, satelit
yang mengitari Saturnus, ada kemungkinan. Karena ia mempunyai atmosfer.
Dari segi temperaturnya, mungkin masuk menjadi zona habitat, kemungkinan
akan tumbuh kehidupan.
LAPAN pernah mengirim biji tomat ke stasiun luar angkasa internasional melalui satelit Hayabusa. Bagaimana nasib biji-biji itu?
Lebih subur, kecambahnya lebih cepat tumbuh. Efek hampa udara disana
membuat pori-pori kecambah lebih terbuka. Benih itu kami bagikan ke
anak-anak SMP, sudah ada panduannya bagaimana cara menanamnya. Kemudian
mereka diminta mengamati, secara reguler dipotret dan dilaporkan. Nanti
akan ada lomba. Laporan terbaik akan dijadikan pemenang.
Malaysia sudah mengirimkan astronot, kita kapan?
Kita dulu pernah merancang adanya astronot yang akan terbang bersama
dengan peluncuran satelit Indonesia. Tapi batal, ada peristiwa
meledaknya Challenger 1980-an, itu kemudian kita mundur lagi. Sedangkan
Malaysia bisa meluncurkan itu karena ada uang. Kita pun kalau punya uang
bisa saja. Kapan itu? Tinggal kebijakan nasional kita mampu membiayai
pengiriman satelit dan astronot atau tidak. Karena dulu kita punya uang
dengan digandengkan dengan peluncuran satelit tersebut. Jadi bukan
karena Malaysia lebih unggul, itu hanya masalah dana saja.
Sampai saat ini terus ada perdebatan soal hilal, bagaimana tanggapan LAPAN?
LAPAN ikut berinisiatif memberikan solusi. Penentuan awal bulan
Komariyah sudah ada perdebatan panjang menggunakan dalil. Antara metode
hisab dan rukyat. Yang selama ini digugat, hisab dinggap tidak punya
dalil, dalilnya dianggap tidak kuat. Masing-masing mengklaim metodenya
paling sah.
Sekarang kecenderungannya bukan pada metode. Tapi pada masalah
kriteria. Dan itu paling nyata pada tahun 1998, saat sesama ahli rukyat
dan ahli hisab ada perbedaan. Di kalangan NU ada dua kubu, demikian
juga Muhamadiyyah dan Persis juga ada perbedaan. Itu sumbernya adalah
pada perbedaan kriteria. Batas disebut awal bulan itu apa, masalah batas
itu seperti peraturan Bulutangkis. Ketika ada dua peraturan, saat shuttlechock masuk ke dalam garis, itu dianggap masuk atau tidak. Kalau batas yang diambil batas dalam, shuttlechock itu dianggap keluar. Tapi kalau batasnya dilihat dari luar, shuttlechock dianggap masuk. Kalau bulutangkis sudah ada aturan.
Nah, kalau soal hilal masih ada dua definisi, akan selalu terjadi perbedaan.
Katakanlah hampir semua ormas menggunakan batasan minimal 2 derajat,
tapi ada ormas yang menggunakan kriteria nol derajat. Perbedaan pada
kriteria.
LAPAN kemudian menawarkan solusi dengan menggunakan kriteria yang
sama-sama maju. Jadi bukan nol atau dua, karena landasan astronominya
lemah. LAPAN menawarkan kriteria astronomis soal itu.
Tapi sekarang hal yang perlu dilakukan yakni mencari kesepakatan soal
kriteria tersebut. Sebagian besar ormas Islam memakai kriteria dua
derajat, jarak bulan dengan matahari 3 derajat, umur bulan minimal 8
jam. Itu diadopsi sebagai kriteria menteri agama Asean, MABIN --
Singapura, Brunei, Malaysia. Di Indonesia hanya Muhammadiyah yang belum.
Walaupun kriteria tersebut belum memenuhi kriteria astronomi, itu
sebagai langkah awal dulu. Dengan kriteria rukyat atau visibilitas
hilal, itu bisa mempertemukan dua kelompok besar tadi. Kalau sekian
ratus tahun yang diperdebatkan soal dalil, sekarang coba kriteria yang
bisa mendamaikan dua hal itu. Kalau kita sepakat dengan kriteria itu,
hasil riset dengan hasil rukyat Insya Allah sama. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar